Mengapa Saya Berpoligami?

poligami-2Oleh: Muhlis Pasakai

Anita, mahasiswi tingkat akhir yang dikenalkan padaku menjelang rencana pernikahanku tahun itu. Orang yang dikenal baik orang tuanya di keluargaku. Orang berada yang hidup dalam lingkungan keluarga yang serba mewah.

Jujur, aku belum sepenuhnya siap untuk menikah saat itu. Apalagi, sesungguhnya dia bukanlah kriteria perempuan yang kuidamkan. Sebagai seorang aktivis di salah satu NGO, tentu saya mendambakan pendamping hidup yang berjiwa aktivis pula, cerdas, paham agama, dan bisa memahami kondisi keluargaku.

Hal itu sudah kuutarakan pada ayah-ibuku, tapi simpati orang tuaku pada ayahnya yang dermawan mengalahkan alasanku.

Read more of this post

Cinta Pertama dan Misteri Kemah Berjalan

images (2)Oleh: Muhlis H. Pasakai

Dua belas digit angka itu telah kuhafal mati. Kuulang-ulang dengan cermat kukira salah tindis.

“The number you‘re calling is not active or out of coverage area, please try again in a few minutes”.

Akun jejaring sosialmu pun tak ada lagi yang dapat diakses. Kucari semua ejaan serupa, tak ada lagi namamu.

Gelap menyelimuti ruang-ruang dihatiku. Kucari titik cerah engkau masih setia. Aku berusaha tegar menanti kabarmu. Bayangmu kini lebih nyata, kerinduanku kutumpahkan pada sejumlah halaman album kecil, foto-foto yang kau hadiahkan sehari sebelum berangkat.

Aku serius dengan ikrar yang kau pecahkan dibibirmu. Kau setia dipenantian yang panjang.

  Read more of this post

MEMOAR MERAH

imagesOleh: Muhlis H. Pasakai

Sekujur tubuhnya basah kuyup. Ia berusaha menarik kakinya menaiki anak tangga. Tangannya gemetaran sembari meraih sehelai sarung penghangat. Ia menggigil. Pipinya pucat pasi. Badannya yang kurus nyaris tak kuat lagi berdiri. Nafasnya tertahan tertatih-tatih.

Itu ayahku. Ia sakit. Ia belum pulih. Baru dua hari yang lalu ia beranjak dari pembaringannya. Sepekan dirawat sang mantri. Katanya tipes.

Ia baru saja di guyur hujan deras, padahal ia diminta istirahat dalam tempo yang lama. Aku tahu bagaimana sosok ayahku. Beberapa waktu terakhir, ia selalu mengeluh keletihan, tapi ia sangat bertanggung jawab terhadap keluargaku. Tak kenal lelah, ia menguras keringatnya untuk makan keluargaku, biaya sekolahku dan juga kakakku. Walaupun terkadang aku membantahnya, aku sangat iba melihatnya waktu itu.

Read more of this post